“Kak! Kak Tessa!”
Anak-anak sekitar rumahku berlari ke arahku.
”Ada Kakak Ganteng!” kata Lola mewakili gerombolan tersebut.
He? Kakak Ganteng? Siapa ya? Kayaknya pernah denger itu nama. Hah! Kenapa yang lewat malah si dosen yang sudah tua, playboy pula itu? Mana barusan aku dimarahi habis-habisan gara-gara lupa mengambilkan buku yang dititipnya dari perpus. Itu sih jauh dari ganteng.
Aku membiarkan anak-anak itu menarik-narikku ke rumah sambil aku masih mengingat-ingat. Aku mencari mama, mau menanyakan siapa tamu yang dimaksud. Dan… Apa yang kulihat di teras? Tante Anna dan mamaku.
”Gimana ya, Bel. Saya jadi ragu nih, dia gak pinter ngerayu!” kata Tante Anna.
”Udahlah, bisa diatur. Saya yakin mereka bakal jadian lagi. Yakin!” jawab mama.
AHA! Kakak Ganteng = Gil. Gilbert si anak Tante Anna. Jadi ceritanya aku mau dijodohin sama dia? O-ow, bukan. Aku kan memang dulu pernah pacaran dengan dia. Ini sih bukan dijodohin istilahnya. Halah, dasar ibu-ibu sepermainan.
Aku menampakkan kakiku di anak tangga terakhir dengan sepelan mungkin. Bisa kulihat dari sini, Gil sedang duduk menatap sesuatu di tangannya. Aku menyusun strategi. Berhubung ia duduk membelakangi kamarku, berarti… Aku menghitung jarak bangku dengan pintu kamarku. Ha! This is it!
Aku hampir sampai, kurang lebih 2 langkah dari gagang pintu dan yah…
Terlambat! Ya, ya, emm. Sebenarnya ini bukan salahku juga. Aku tahu laki-laki langkahnya lebih panjang. Jadi ini bukan salahku! Bukan salahku… Bukan salahku… Ini hukum alam.
Aku hanya bisa pasrah setelah dia menarik tanganku, dan membalikkan tubuhku menghadapnya dan langsung memelukku. 10 detik hening. Lalu,
”Listen, Baby, This is the deal. I need my lifetime to tell you how I feel”
Ih! Dia coba-coba aransemen! Aku tahu betul, lagunya kan ‘I need a minute to tell you how I feel’! Hai? Lifetime sama a minute bedanya bagai sepanjang jalan kenangan kali! Oh, oh! Aku lupa. Ini kan momen romantis. Harusnya aku hayati, lalu dalam hatiku berkata ”Ih! So sweet!” atau ”Aw, dia meluk aku!” atau apa lah.
Tapi aku tidak bisa. Setelah ia melepas pelukannya, aku hampir tertawa tapi gagal karena tiba-tiba ia sudah mengalungiku sesuatu (tentu aku tahu itu kalung, liontin, atau semacamnya). Menurut film-film, biasanya di adegan seperti ini, yang diberi kalung akan melihat… apa itu namanya… em, yah yang bundelannya itu lah. Maka aku pun melihat kalungku. Oh, ternyata liontin. Kubuka liontin itu dan menemukan fotoku pada satu sisi. Sisi lainnya adalah tulisan kecil ’come back to me’.
Akhirnya aku pun angkat barbel (angkat bicara).
”Apaan sih, Gil?” kataku dengan nada dramatis.
”Yah, udah jelas bukan? A..”
”Bukan,” aku menjawabnya dulu.
”Yah ’bukan’ itu kan cuma hiasan! Jadi gini. Jadi pacarku lagi, please”
”Aku juga bisa ngerti bahasa Inggris kali, Gil. Aku tau itu artinya apa. Tapi yang kutanyakan, kenapa fotoku Cuma di satu sisi? Kenapa bukan dua-duanya diisi fotoku?”
”Oh, itu. Gini loh. Kalo kamu jawab iya, tarik aja tulisan itu, di belakangnya kan aku selipin fotoku. Jadinya nanti fotoku sama fotomu, gitu loh! Tapi kalo nggak, yah.. dibiarin aja,” jelasnya.
”Kayak acara reality show tembak-tembakan yang di tivi deh,” kataku asal.
“Lah! Kan emang aku pernah jadi produser acara itu, Tes.” jawabnya serius.
”Oh iya ya!”
(BERSAAAAMBUNG)
-kenyataannya tidak ada kesambungan, karena gw ga ada ide. stuck. ahaahha



No comments:
Post a Comment